Tatang Koswara
Posted: Wednesday, March 4, 2015 by @pohontua28 in Labels: indonesia, sniper terbaik, tatang koswara
0
Bangsa Indonesia telah kehilangan salah satu prajurit terbaiknya. Dia adalah Peltu Tatang Koswara. Namanya harum di dunia militer. Dia tutup usia pada umur 68 tahun selepas mengisi acara di sebuah televisi swasta. Penyebab utamanya adalah serangan jantung. Almarhum Tatang merupakan salah satu penembak runduk terbaik yang dipunyai Tentara Nasional Indonesia. Prestasinya sejajar dengan prajurit dari negara lain. Bahkan dia tercatat peringkat 13 dalam daftar penembak runduk terbaik sejagat.
Banyak kisah ditorehkan Tatang sepanjang karirnya. Salah satunya dia ikut dalam
operasi militer di Timor Timur (sekarang Republik Demokratik Timor Leste). Dari
bidikan dan picu senapannya, dia banyak mencabut nyawa prajurit dan perwira
lawannya. Keterampilan itu pun tidak mudah didapat. Dia mesti berlatih keras. Namun
sayang, di balik prestasi menggunung itu berbanding terbalik dengan
kehidupannya. Tatang saban hari hidup pas-pasan sampai dia mengakhiri masa
tugas sebagai prajurit. Meski begitu dia tetap lapang dada. Dia menganggap baktinya
selama berdinas sepenuhnya demi negara. Berikut beberapa kisah hidup Almarhum
Tatang Koswara.
1.Tatang mengeluarkan peluru dengan gunting kuku
Sekitar
1975, Tatang saat itu masih berpangkat Sersan. Dia mendapat tugas buat
bertempur di Timor Timur (kini Republik Demokratik Timor Leste). Perintahnya:
menghabisi komandan lawan.
Sebagai penembak runduk, Tatang juga bertugas mengumpulkan informasi intelijen. Pada suatu ketika dia pernah apes lantaran tertembak saat sedang mengintai musuh. "Saya seorang diri mengintai posisi musuh pukul 10.00 malam. Saat itu, saya mengamati posisi musuh dengan teropong malam untuk memberikan informasi pada pasukan yang akan menyerang keesokan harinya," kata Tatang seperti dikutip dari sebuah acara televisi swasta kemarin. Tatang lantas menyusup ke daerah lawan. Di sebuah lokasi dia menemukan markas musuh. Dia mendekat dan berhenti pada jarak sekitar 300 meter. Saat itu dia melihat ada seorang komandan sayap militer Partai Fretilin, Falintil, menjadi targetnya. Tidak perlu menunggu, Tatang langsung membidik. Tetapi dia tidak langsung menembak. "Saya sudah bidik dia dari malam. Tapi sniper itu beda dengan pasukan biasa. Harus sabar, harus cermat dan hati-hati," ujar Tatang. Pukul 05.00 WIB, dia melihat targetnya bergerak sedikit menjauh dari induk pasukan. Dia berpikir hal itu kesempatan terbaik buat menghabisi musuh. Tatang menarik picu senapan. Sebutir peluru melesak dan mengenai sasaran. Sang komandan roboh. Namun rupanya di lokasi ada sejumlah pasukan Fretilin melihat peristiwa itu. Mereka langsung mengarahkan senapan memberondong lokasi Tatang bersembunyi. Saat itulah Tatang tertembak. "Saya tidak tertembak langsung. Peluru itu memantul kena kayu dan mengenai kaki saya. Awalnya tidak sakit, tapi terus mengeluarkan darah," lanjut Tatang.
Jika luka Tatang akibat tembakan terus mengeluarkan darah, maka bakal meninggalkan jejak. Hal ini sangat berisiko bagi penembak runduk karena harus meloloskan diri lokasi tanpa bisa dilacak. Alhasil dengan peralatan seadanya, Tatang melakukan operasi darurat dengan menggunakan gunting kuku. Dikoreknya luka itu dan diambilnya serpihan peluru. Semua dilakukan di tengah desingan peluru dan tanpa obat bius. "Saya pakai gunting kuku," jawab Tatang.
Sebagai penembak runduk, Tatang juga bertugas mengumpulkan informasi intelijen. Pada suatu ketika dia pernah apes lantaran tertembak saat sedang mengintai musuh. "Saya seorang diri mengintai posisi musuh pukul 10.00 malam. Saat itu, saya mengamati posisi musuh dengan teropong malam untuk memberikan informasi pada pasukan yang akan menyerang keesokan harinya," kata Tatang seperti dikutip dari sebuah acara televisi swasta kemarin. Tatang lantas menyusup ke daerah lawan. Di sebuah lokasi dia menemukan markas musuh. Dia mendekat dan berhenti pada jarak sekitar 300 meter. Saat itu dia melihat ada seorang komandan sayap militer Partai Fretilin, Falintil, menjadi targetnya. Tidak perlu menunggu, Tatang langsung membidik. Tetapi dia tidak langsung menembak. "Saya sudah bidik dia dari malam. Tapi sniper itu beda dengan pasukan biasa. Harus sabar, harus cermat dan hati-hati," ujar Tatang. Pukul 05.00 WIB, dia melihat targetnya bergerak sedikit menjauh dari induk pasukan. Dia berpikir hal itu kesempatan terbaik buat menghabisi musuh. Tatang menarik picu senapan. Sebutir peluru melesak dan mengenai sasaran. Sang komandan roboh. Namun rupanya di lokasi ada sejumlah pasukan Fretilin melihat peristiwa itu. Mereka langsung mengarahkan senapan memberondong lokasi Tatang bersembunyi. Saat itulah Tatang tertembak. "Saya tidak tertembak langsung. Peluru itu memantul kena kayu dan mengenai kaki saya. Awalnya tidak sakit, tapi terus mengeluarkan darah," lanjut Tatang.
Jika luka Tatang akibat tembakan terus mengeluarkan darah, maka bakal meninggalkan jejak. Hal ini sangat berisiko bagi penembak runduk karena harus meloloskan diri lokasi tanpa bisa dilacak. Alhasil dengan peralatan seadanya, Tatang melakukan operasi darurat dengan menggunakan gunting kuku. Dikoreknya luka itu dan diambilnya serpihan peluru. Semua dilakukan di tengah desingan peluru dan tanpa obat bius. "Saya pakai gunting kuku," jawab Tatang.
2.Kisah satu peluru simpanan Tatang
Almarhum
Tatang Koswara menceritakan kisahnya saat bertugas dalam konflik di Timor Timur
(kini Republik Demokratik Timor Leste) sekitar 1975. Waktu itu dia masih
berpangkat sersan, selepas menjalani pendidikan bersama Pasukan Khusus Angkatan
Darat Amerika Serikat atau dikenal dengan nama Green Berets. Tatang
ditugaskan di bawah Satuan Tugas Khusus memburu para pentolan Partai Fretilin
dan sayap militernya,Falintil. Sebagai penembak runduk juga menjalankan tugas
pengintaian dan mengumpulkan informasi buat kebutuhan intelijen. Tatang sering
masuk jauh ke daerah lawan buat memburu musuh seorang diri. Kadang dia menyusup
dengan berjalan kaki, kadang diantar helikopter.
Dalam satu misi, dia membawa 50 peluru. 49 pelor dihabiskan buat menewaskan musuh, termasuk duel dengan sniper lawan. Tetapi Tatang patuh pada doktrin, yakni sengaja menyimpan sebutir peluru. "Sesuai apa yang diajarkan, peluru terakhir itu digunakan untuk diri saya sendiri. Daripada saya jatuh ke tangan musuh, lebih baik menembak diri sendiri," kata Tatang seperti dikutip dari sebuah acara televisi swasta. Bila keadaan terdesak, penembak runduk memang diajarkan menembak diri sendiri daripada tertangkap musuh dan disiksa buat menggali informasi. Setiap sniper juga diwajibkan menghancurkan senjata miliknya dan memecahkan teleskop bidik bila sudah terkepung. "Senjata itu sangat akurat. Tak boleh sampai jatuh ke tangan musuh, harus dihancurkan," ujar Tatang.
Namun peluru terakhir itu tak pernah digunakan Tatang. Dia terus berdinas di TNI AD hingga pensiun.
Dalam satu misi, dia membawa 50 peluru. 49 pelor dihabiskan buat menewaskan musuh, termasuk duel dengan sniper lawan. Tetapi Tatang patuh pada doktrin, yakni sengaja menyimpan sebutir peluru. "Sesuai apa yang diajarkan, peluru terakhir itu digunakan untuk diri saya sendiri. Daripada saya jatuh ke tangan musuh, lebih baik menembak diri sendiri," kata Tatang seperti dikutip dari sebuah acara televisi swasta. Bila keadaan terdesak, penembak runduk memang diajarkan menembak diri sendiri daripada tertangkap musuh dan disiksa buat menggali informasi. Setiap sniper juga diwajibkan menghancurkan senjata miliknya dan memecahkan teleskop bidik bila sudah terkepung. "Senjata itu sangat akurat. Tak boleh sampai jatuh ke tangan musuh, harus dihancurkan," ujar Tatang.
Namun peluru terakhir itu tak pernah digunakan Tatang. Dia terus berdinas di TNI AD hingga pensiun.
3.Prestasi segudang hidup pas-pasan
Peltu Tatang Koswara menghabiskan nyaris seluruh
karirnya di medan perang. Dia juga menjadi salah satu penembak runduk terbaik
dunia dari Indonesia. Namun ketika purna tugas, dana pensiun diterima
Tatang ternyata jauh panggang dari api. Duit itu tidak cukup menopang hidup di
hari tua. Karena terdesak kebutuhan, dia kemudian membuka warung makan di
Markas Kodiklat TNI AD di Bandung. Sesekali, Tatang masih diajak melatih para
juniornya di Komando Pasukan Khusus atau kesatuan lain. Namun, Tatang memilih tidak mengeluh. Dia sudah
tahu risiko jadi tentara meski berprestasi."Kalau masalah dana pensiun saya nawaitu. Saya jadi militer, saya tidak harapkan kaya," kata Tatang seperti dikutip dari sebuah acara televisi swasta kemarin. Tatang memilih menutupi kesulitan hidupnya. Dia merasa uang pensiunnya bisa disiasati. "Istri saya saja pandai-pandai atur uang pensiun," lanjut Tatang.
Winchester 70 (The Rifleman's Rifle), senjata yang selalu menemani Tatang Koswara di medan tempur.